SPPT BUKANLAH TANDA BUKTI SEBAGAI PEMILIK





Pengakuan sebagai pemilik tanah hanya berdasarkan SPPT / PBB

Pertanyaan

Saya ingin mengkonsultasikan orang tua saya mempunyai lahan sebesar 12 area di lahan tersebut sudah berdiri beberapa rumah yang menyatakan mereka hanya menumpang walaupun mereka telah memuncul atau menaikan pajak atas nama mereka. Orang tua saya sebagai ahli waris dari tanah tersebut mengarap sisa lahan kira 4 area yang kosong tiba-tiba di laporkan oleh seseorang yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut berdasarkan SPPT yang di miliki dan pengakuan pelapor tanah tersebut di berikan kepadanya tanpa dasar surat hibah, SHM, ataupun AJB hanya berdasarkan SPPT/ PBB yang di miliki sedangkan kami sebagai terlapor memiliki dasar rincian surat jaman Belanda, riwayat tanah dan juga pembayaran pajak tahun 70an dan kami sebagai warga sipil merasa sangat di rugikan oleh aparat daerah setempat karna kami sudah mendatangkan saksi-saksi yang tinggal di area tersebut dan juga melaporkan surat yang kami miliki tetapi seakan pihak aparat tidak bisa menyelesaikan walupun kami memiliki surat-surat dan bukti-bukti tetapi kami sebagai terlapor justru tidak pernah di berikan pembenaran malahan kami mesti meminta surat penyataan dan bukti apakah benar riwayat tanah yang kami miliki tersebut benar-benar tanah yang sebesar 10 are merupakan bagian dari tanah yang muncul di PBB PELAPOR sebesar 4 are.apakah aparat sipil sudah benar dalam melakukan tindakan dan tidak berat sebelah dalam menyelesaikan suatu persoalan dan apakah bisa di benarkan SPPT/PBB merupakan surat sah untuk kepemilikan suatu lahan ..terima kasih

Dijawab oleh: 

Hasanudin, S.H., M.H. (Penyuluh Hukum Ahli Muda) Banyaknya masalah pertanahan yang muncul di masyarakat salah satunya disebabkan sengketa kepemilikan tanah. Pertentangan atau konflik yang terjadi dimasyarakat baik secara individu maupun kelompok diyakini mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu obyek kepemilikan sehingga menimbulkan dampak atau akibat hukum antara satu dengan yang lain bahkan bisa terjadi konflik sosial berdimensi luas, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal. Lain dari itu, tanah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai simbol eksistensi atau status sosial masyarakat diyakini bisa menimbulkan sengketa tanah permasalahan hukum yang pelik. 

Terkait dengan sengketa pertanahan, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan Pasal 1, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999 menyebutkan makna sengketa yaitu : “ Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.” Merujuk pada sistem hukum nasional yang bersumber pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, perlu kembali memberikan pemahaman kepada masyarakan terhadap penegasan status kepemilikan tanah dengan bukti tertulis menurut hukum yang berlaku.  Keseluruhan hak atas tanah dibukukan dalam bentuk Sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).  BPN mengeluarkan duplikat kepada pemilik tanah untuk mencegah risiko di kemudian hari, seperti: sertifikat hilang, terbakar, maupun sertifikat ganda. Di Indonesia, status kepemilikan tanah diatur dalam. Jenis status kepemilikan tanah ada beberapa tingkatan, yaitu: 

1. Hak Milik 

2. Hak Guna Bangunan 

3. Hak Guna Usaha 

4. Hak Pakai 

5. Hak Satuan Rumah Susun 

6. Tanah girik / petok / rincik / ketitir / verponding, Tanah ini merupakan tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau disertifikasi pada Badan Pertanahan setempat.Girik bukan tanda bukti atas kepemilikan tanah, melainkan bukti bahwa pemilik girik adalah pembayar pajak (PBB) dan pengelola tanah milik adat atas bidang tanah tersebut serta bangunan di atasnya. 

7. Hak Sekunder / Derivatif Yang termasuk hak atas tanah ini adalah : a. Hak sekunder yang ditumpangkan di atas hak lain yang memiliki derajat lebih tinggi, seperti HGB, HGU, dan Hak Pakai di atas tanah Hak Milik. b. Hak Sewa di atas tanah Hak Milik / HGB / HGU (right of lease building) c. Hak Sewa atas tanah pertanian. d. Hak membuka tanah (right of clear land) dan memungut hasil hutan (right to harvest forest product). Hak ini hanya bisa didapat oleh WNI dan diatur oleh Peraturan Pemerintah.  Kepemilikan hak ini tidak berarti bisa mendapatkan hak milik (right of ownership) atas tanah yang bersangkutan. e. Hak usaha bagi hasil. f. Hak menumpang (Hak Numpang Karang), g. Hak Jaminan atas tanah yang terdiri dari gadai dan Hak Tanggungan. 

8. Hak lain-lain yang sifatnya sementara, seperti : a. Hak guna air b. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan c. Hak guna ruang angkasa Menilik permasalahan Saudara Karwan, terlebih dahulu ditelusuri status tanah dan dipetakan sumber data tanah tersebut. Menurut histori, banyak juga tanah berasal dari peninggalan kolonial atau tanah adat yang belum disertifikatkan. Terhadap hak ini, sebaiknya bila Saudara Karwan mempunyai dokumen/data dukung yang kuat terkait tanah tersebut, sebaiknya segera disertifikatkan. Mengingat bukti kepemilikan tanah secara hukum diakui dalam bentuk sertifikat. SPPT atau Pajak bukanlah bukti kepemilikan. Sebaiknya tanah tersebut didaftarkan sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yaitu: pendaftaran tanah meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, pemberian surat surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam konteks, pemberian surat surat tanda bukti hak yang berlaku, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana pasal 4 ayat 1 menegaskan bahwa Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a yaitu kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah. Pasal 3 huruf a yang dimaksud adalah Pendaftaran tanah bertujuan: untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa sertifikat hak atas tanah adalah alat bukti kepemilikan suatu hak atas tanah bagi pemegang hak atas tanah. Kesimpulannya adalah sertifikat atas tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak atas tanah tersebut berdasarkan Pasal 31 ayat [1] PP Pendaftaran Tanah. Kemudian dalam pasal 32 ditegaskan bahwa sertifikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan Terkait klaim sepihak dan adanya oknum aparat yang berat sebelah, menurut hemat kami, sebaiknya untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan agar segera didaftarkan dengan menyiapkan bukti dukung yang kuat. Sementara klaim kepemilikan diluar ketentuan pasal 3 huruf a tidak dianggap sebagai bukti kepemilikan. Silahkan untuk disiapkan data dukung yang diperlukan. Jika dibutuhkan informasi tambahan yang akurat, Saudara dapat menghubungi kantor Badan Pertanahan setempat terkait pendaftaran tanah. Jadi, sebenarnya yang menjadi acuan bukanlah SPPT/NJOP/PBB, melainkan status kepemilikan hak atas tanah tersebut dalam bentuk sertifikat.  Sebagai pemilik tanah sebaiknya lebih kritis dan memperhatikan jenis sertifikat atas tanah tersebut. Keabsahan sertifikat bisa dicek pada Badan Pertanahan Nasional setempat agar tidak terjadi penipuan dan sertifikat ganda. Demikian penjelasan kami yang dapat kami sampaikan dan dilakukan sebatas bagian dari pelaksanaan tugas memberikan saran dan nasihat yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana putusan pengadilan. Mudah-mudahan penjelasan ini dapat membantu Anda. Terima kasih.

Ulasan

What do our clients say?