TUNTUT RUMAH SAKIT YANG MENOLAK PASIEN BPJS DALAM KEADAAN DARURAT


Hukum Rumah Sakit Menolak Pasien BPJS dalam Keadaan Darurat

Minimnya penanggulangan dibidang kesehatan masih menjadi salah satu permasalahan di Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah mengeluarkan program pelayanan kesehatan yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS berfungsi melayani bantuan sosial kesehatan layaknya asuransi kesehatan kepada masyarakat. Namun, banyaknya permasalahan BPJS terkait minimnya pembayaran iuran menyebabkan beberapa rumah sakit enggan menerima pasien yang menggunakan BPJS. Bahkan ada beberapa rumah sakit yang menolak memberikan pengobatan kepada pasien BPJS dalam keadaan darurat.

Salah satu kasus pilu kesehatan yang terjadi di Indonesia, menimpa adik kecil berusia empat bulan yang berasal dari Jakarta. Dilansir dari salah satu media elektronik, bayi berusia empat bulan harus meregang nyawa karena lalainya pihak rumah sakit dalam menangani keadaan gawat darurat. Pihak rumah sakit dalam memberikan pertolongan pertama meminta uang muka kepada orang tua bayi tersebut agar dapat dipindahkan ke ruang pediatric intensive care unit (PICU). Permintaan rumah sakit atas uang muka didasarkan karena rumah sakit tersebut tidak bekerjasama dengan BPJS.

Istilah gawat darurat tercantum dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Adapun yang dimaksud gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf c UU Rumah Sakit juga menjelaskan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuannya.

Hal tersebut juga tercantum dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan demi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Fasilitas pelayanan kesehaan, baik pemerintah maupun swasta juga dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka dalam hal penanganan kesehatan. Selain rumah sakit, tenaga kesehatan juga diwajibkan memberikan pertolongan pertama dalam keadaan gawat darurat, hal ini diatur dalam Pasal 59 UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Sanksi bagi rumah sakit dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat diatur dalam Pasal 190 ayat (1) UU Kesehatan yaitu berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, maka pimpinan fasilitas rumah sakit dan/atau tenaga kesehatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Dalam hal pasien menggunakan BPJS, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan menjelaskan bahwa setiap peserta BPJS berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, termasuk dan tidak terbatas pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, pelayanan gawat darurat, pelayanan obat beserta alat kesehatan, pelayanan ambulance, pelayanan skrining kesehatan dan pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Dalam kondisi gawat darurat, berdasarkan Pasal 63 Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014 pelayanan kesehatan dapat diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat kedua, baik yang bekerjasama dengan BPJS maupun yang tidak bekerja sama dengan BPJS, hal ini harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan/atau kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan dengan kriteria tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan tersebut juga diatur di dalam Bab IV Huruf A angka 3 Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Ketentuan mengenai larangan penarikan biaya kesehatan dalam keadaan darurat terhadap rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS ataupun tidak bekerjasama dengan BPJS diatur dalam Pasal 36A Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, adapun biaya pelayanan kesehatan akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika dikaitkan dengan kasus yang menimpa bayi empat bulan tersebut, secara jelas dan nyata tindakan yang dilakukan rumah sakit telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena dalam hal ini rumah sakit dan tenaga kesehatan tidak boleh menolak pasien dan meminta uang muka dalam keadaan darurat walaupun rumah sakit yang bersangkutan tidak bekerjasama dengan BPJS. Setelah keadaan darurat teratasi dan pasien dalam keadaan dapat dipindahkan, maka rumah sakit tersebut dapat segera merujuk ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS.

Demikianlah pembahasan kali ini, semoga dengan adanya informasi tersebut di atas pembaca dapat memahami bahwa sejatinya rumah sakit dan tenaga kesehatan tidak boleh menolak pasien dalam keadaan darurat. Dalam hal rumah sakit tersebut tidak bekerjasama dengan BPJS maka pasien dapat dirujuk setelah keadaan darurat teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan. Sekian terima kasih



Ulasan

What do our clients say?